belajar tentang korea yuuk.. ternyata indonesia ama korea itu banyak persamaannya, *seengaaknya itu menurut ane* karena ini postingan pertama,, semoga bermanfaat dan semoga kalian suka.
Sebelum pernikahan dilangsungkan, calon pengantin pria akan
memberikan sebuah hadiah pada calon ibu mertuanya berupa sebuah angsa
liar yang masih hidup. Namun sekarang ini lebih sering memberikan boneka
angsa yang terbuat dari kayu. Angsa ini menandakan sang calon pengantin
pria akan merawat anak perempuannnya seumur hidup.
Pernikahan tradisional Korea diselenggarakan di rumah sang pengantin wanita. Sedangkan sumpah pernikahan dilakukan dalam upacara yang dinamakan kunbere. Kedua pengantin akan saling membungkuk lalu meminum anggur khusus dari sebuah labu yang ditanam oleh ibu sang pengantin wanita.
Beberapa hari seteleh upacara pernikahan, kedua pengantin akan mengunjungi keluarga sang pengantin pria untuk menjalani upacara pernikahan lainnya yang disebut p’ye-baek. Sang pengantin wanita akan menawarkan korma dan chestnuts kepada orangtua pengantin pria. Hal ini melambangkan anak-anak.Lalu orangtua akan menawarkan sake, dilanjutkan melempar korma dan chestnuts pada sang pengantin wanita yang mencoba menangkap keduanya menggunakan pakaian pengantinnya.
Perjamuan makan dalam pernikahan tradisional Korea sangatlah sederhana. Bahkan hanya dibutuhkan sup mi, dan faktanya pesta perjamuan makan Korea disebut kook soo sang yang berarti “perjamuan mi.” Mi yang panjang melambangkan kehidupan yang panjang dan bahagia. Mi akan direbus bersama kaldu sapi dan hiasan lainnya serta sayuran. Dok, atau kue ketan biasanya menjadi hidangan yang disajikan dalam sebuah acara di negara ini, khususnya di pernikahan.
Budaya Perkawinan
Pernikahan tradisional Korea diselenggarakan di rumah sang pengantin wanita. Sedangkan sumpah pernikahan dilakukan dalam upacara yang dinamakan kunbere. Kedua pengantin akan saling membungkuk lalu meminum anggur khusus dari sebuah labu yang ditanam oleh ibu sang pengantin wanita.
Beberapa hari seteleh upacara pernikahan, kedua pengantin akan mengunjungi keluarga sang pengantin pria untuk menjalani upacara pernikahan lainnya yang disebut p’ye-baek. Sang pengantin wanita akan menawarkan korma dan chestnuts kepada orangtua pengantin pria. Hal ini melambangkan anak-anak.Lalu orangtua akan menawarkan sake, dilanjutkan melempar korma dan chestnuts pada sang pengantin wanita yang mencoba menangkap keduanya menggunakan pakaian pengantinnya.
Perjamuan makan dalam pernikahan tradisional Korea sangatlah sederhana. Bahkan hanya dibutuhkan sup mi, dan faktanya pesta perjamuan makan Korea disebut kook soo sang yang berarti “perjamuan mi.” Mi yang panjang melambangkan kehidupan yang panjang dan bahagia. Mi akan direbus bersama kaldu sapi dan hiasan lainnya serta sayuran. Dok, atau kue ketan biasanya menjadi hidangan yang disajikan dalam sebuah acara di negara ini, khususnya di pernikahan.
Kebudayaan garis keluarga di Korea adalah berdasarkan atas
sistem Patrilinial. Pria memegang peranan penting dalam kesejahteraan keluarkan
dan diwajibkan untuk bekerja. Wanita diperbolehkan untuk bekerja hanya kalau
diperbolehkan oleh suami atau jika hasil kerja suaminya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Tugas utama wanita adalah untuk mengasuh anak dan
menjaga rumah.
Budaya perkawinan Korea sangat menghormati kesetiaan. Para
janda, walaupun jika suami mereka mati muda, tidak dizinkan menikah lagi dan
harus mengabdikan hidupnya untuk melayani orang tua dari suaminya. Begitu juga
yang terjadi pada seorang duda yang harus melayani orang tua dari istrinya
walaupun istrinya tersebut mati muda.
Dapat dibayangkan biaya sehari-hari anggota kerajaan untuk urusan dapur. Mereka menikmati hidangan yang begitu lengkap. Kini, kebiasaan menyediakan makanan secara lengkap mudah ditemui di Korea. Malah hidangan sederhana seperti mi pun memerlukan sejumlah pelengkap untuk menambah rasa.
Perilaku tidak sopan saat makan:
* Menghembuskan napas dari hidung ke meja,
* Mendahului makan sebelum orang tertua,
* Mendirikan sumpit atau sendok ke atas, karena melambangkan dupa yang dibakar saat upacara kematian,
* Menancapkan makanan dengan sumpit dan mengambil makanan dengan tangan (ada makanan yang boleh diambil dengan jari tangan, namun banchan tidak diperbolehkan),
* Menggunakan sumpit dan sendok pada saat bersamaan (hanya boleh dengan satu tangan),
* Menggunakan sumpit atau sendok dengan tangan kiri,
* Membuat suara berisik saat mengunyah makanan atau memukul mangkuk dengan alat makan,
* Mengaduk-aduk nasi atau sup dengan sendok/sumpit,
* Mengaduk-aduk lauk pauk dengan sendok/sumpit,
* Menyelesaikan makan terlalu cepat atau terlalu lambat,
* Minum minuman menghadap ke orang tua (Ini sangat tidak sopan, seseorang harus memutar posisi ke arah lain/sebelahnya)
* Menerima minuman dari orang tua dan dihormati dengan kedua tangan, seharusnya tangan kiri diletakkan ke dada dan tangan kanan memegang tempat minum/cawan saat minuman dituangkan.
* Dalam situasi informal, peraturan-peraturan ini kurang begitu penting. Dalam acara makan keluarga, anak-anak diajari oleh orang tua tentang cara dan etiket makan tradisional.
* Berbicara saat mengunyah makanan tidak apa-apa, selama mulut tidak dibuka. Adalah tidak sopan saat makan berbicara dengan mulut terbuka.
Budaya dalam Hal Keturunan
Dalam budaya Korea , keturunan atau anak dianggap sebagai
sebuah anugerah yang amat besar dari Tuhan. Oleh karena itu, setiap keluarga
disarankan untuk memiliki paling tidak seorang keturunan. Oleh karena budaya
yang amat menghormati anugerah Tuhan tersebut, aborsi yang bersifat sengaja
akan diberikan hukuman yang amat berat secara adapt, yaitu hukuman mati kepada
sang Ibu dan orang lain yang mungkin terlibat di dalamnya, seperti suaminya
(jika suaminya yang memaksa), dokter (jika dokter yang memberikan sarana untuk
aborsi), dan lain-lain. Akan tetapi, secara hukum, tidak akan diadakan hukuman
mati. Hukuman mati biasanya hanya dilaksanakan di daerah pedalaman Korea di
mana adat masih berpengaruh secara kuat.
Pembagian harta warisan dalam budaya ini amatlah adil. Tanpa
memperdulikan jenis kelamin, keturunan dari seseorang akan mendapatkan
pembagian harta dengan jumlah yang sama dengan saudara-saudaranya. Akan tetapi,
dalam prakteknya ini tidak selalu terjadi. Kebanyakan orang tua menyisihkan
lebih banyak harta warisan kepada anak tertua mereka.
Budaya Makanan
Dalam budaya Korea , ada satu makanan khas yang memiliki
suatu arti yang tidak dimiliki oleh makanan lainnya. Makanan ini disebutkimchi.
Di setiap session makanan, ketidakberadaan kimchi akan memberikan kesan tidak
lengkap.
Kimchi adalah suatu makanan yang biasanya merupakan sayuran
yang rendah kalori dengan kadar serat yang tinggi (misalnya bawang, kacang
panjang, selada, dan lain-lain) yang dimasak sedemikian rupa dengan bumbu dan
rempah-rempah sehingga menghasilkan rasa yang unik dan biasanya pedas. Dalam
kenyataannya (menurut hasil penelitian kesehatan WHO), jenis-jenis kimchi
memiliki total gizi yang jauh lebih tinggi dari buah manapun.
Hal yang membuat kimchi menjadi makanan yang spesial ada
banyak faktornya. Faktor pertama adalah pembuatannya. Kimchi (dalam hal ini
adalah kimchi yang dihidangkan untuk acara-acara spesial, bukan kimchi untuk
acara makan biasa dan sehari-hari) dibuat oleh wanita dari keluarga
bersangkutan yang mengadakan acara tersebut dan hanya bisa dibuat pada hari di
mana acara tersebut dilaksanakan. Semakin banyak wanita yang turut membantu
dalam pembuatan kimchi ini, semakin “bermakna” pula kimchi tersebut. Kimchi
juga merupakan faktor penentu kepintaran atau kehebatan seorang wanita dalam
memasak. Konon katanya, jika seorang wanita mampu membuat kimchi yang enak,
tidak diragukan lagi kemampuan wanita tersebut dalam memasak makanan lain.
Faktor ketiga adalah asal mula kimchi. Kimchi pada awalnya dibuat oleh permaisuri
dari Raja Sejong sebagai hidangan untuk perayaan Sesi.
Pada zaman Busan masih berbentuk kerajaan, ada lima jenis makanan
sehari-hari. Cuma raja saja yang boleh menikmati 12 menu hidangan. Kelas
yangban (aristokrat) berhak atas tujuh sampai sembilan macam menu.
Rakyat jelata dibatasi tiga hingga lima macam saja.
Dapat dibayangkan biaya sehari-hari anggota kerajaan untuk urusan dapur. Mereka menikmati hidangan yang begitu lengkap. Kini, kebiasaan menyediakan makanan secara lengkap mudah ditemui di Korea. Malah hidangan sederhana seperti mi pun memerlukan sejumlah pelengkap untuk menambah rasa.
* Menghembuskan napas dari hidung ke meja,
* Mendahului makan sebelum orang tertua,
* Mendirikan sumpit atau sendok ke atas, karena melambangkan dupa yang dibakar saat upacara kematian,
* Menancapkan makanan dengan sumpit dan mengambil makanan dengan tangan (ada makanan yang boleh diambil dengan jari tangan, namun banchan tidak diperbolehkan),
* Menggunakan sumpit dan sendok pada saat bersamaan (hanya boleh dengan satu tangan),
* Menggunakan sumpit atau sendok dengan tangan kiri,
* Membuat suara berisik saat mengunyah makanan atau memukul mangkuk dengan alat makan,
* Mengaduk-aduk nasi atau sup dengan sendok/sumpit,
* Mengaduk-aduk lauk pauk dengan sendok/sumpit,
* Menyelesaikan makan terlalu cepat atau terlalu lambat,
* Minum minuman menghadap ke orang tua (Ini sangat tidak sopan, seseorang harus memutar posisi ke arah lain/sebelahnya)
* Menerima minuman dari orang tua dan dihormati dengan kedua tangan, seharusnya tangan kiri diletakkan ke dada dan tangan kanan memegang tempat minum/cawan saat minuman dituangkan.
* Dalam situasi informal, peraturan-peraturan ini kurang begitu penting. Dalam acara makan keluarga, anak-anak diajari oleh orang tua tentang cara dan etiket makan tradisional.
* Berbicara saat mengunyah makanan tidak apa-apa, selama mulut tidak dibuka. Adalah tidak sopan saat makan berbicara dengan mulut terbuka.
Lanjutannya di postingan selanjutnya ya......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar